Rabu, 13 Januari 2010

DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF) 2

DHF
(DENGUE HEMORAGIC FEVER)


A. DEFINISI

DHF merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi dan sampai timbulnya renjatan sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.
Penyakit dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.

B. ETIOLOGI

Virus dengue sejenis arbovirus melalui nyamuk aedes(albopictus dan aegypti). Sampai sekarang dikenal ada empat jenis virus dengue yang dapat menimbulkan penyakit baik demam dengue maupun demam berdarah. Virus dengue tergolong dalam famili atau suku. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II,sedangakan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah difilipina tahun 1953-1954. virus dengue berbentuk batang,stabilpada suhu 700

C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti organ sasaran dari virus adalah hepar, noduslimfaticus, sum-sum tulang serta paru-paru. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakakan DHF dari dengue klasik ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadi hipotensi, trombositopeni, dan diatesis hemoragic. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menirunnya volume plasma dan meningginya hematokrit bukti yang mendukung dugaan ini adalah di temukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang di berikan melalui infuse. Perdarahan pada DBD sangat kompleks dan mungin melibatkan satu atau lebih trombositopeni,kerusakan pembuluh darah kecil, gangguan fungsi trombosit dan disseminated intravascular disease (DIC). Kerusakan trombosiy dapat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu pasien dengan trombosit lebih dari 100.000/mm3 mungkin didapat waktu perdarahan yang memanjang. DIC terjadi pada renjatan yang berkepanjangan dan berat serta menyebabkan perdarahan hebat dan irreversible shok dengan prognosis buruk. Adanya ikatan antigen-antibody (kompleks antibody-virus ) ini dalam sirkulasi darah kan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut.

 Agregrasi trombosit melepaskan ADP dan mengalami metamorfosis yang kemudian kehilangan fungsi sehingga dimusnahkan system retikuloendotel dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalamimetamorfosis melepaskan faktor trombosit ketiga ynag mengakibatkan system pembekuan.
 Aktivasi faktor Hageman (faktor XII) akan mengakibatkan sistempembekuan dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang sangat luas, dalam proses ini plasminogen menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktosin menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi faktor XII menggiatkan system kinin yang berperan meningkatkanpermeabilitas kapiler. Menurunnya faktor pembekuan yang disebabkan aktivasi system pembekuan dan kerusakan hati akan meenambah beratnya perdarahan.


D. EPIDEMIOLOGI

Infeksi virus dengue yang di kenal sebagai penyakit arbovirus telah tersebar di seluruh penjuru dengan kejadian tertinggi di beberapa daerah tropis seperti asia, afrika, amerika tengah, dan selatan. Di Indonesia, sejak di temukan penderita demam berdarah dengue di Surabaya pada tahun 1968, penyakit ini cenderung meningkat dan mmmpeningkatan jumlah kasus yang dramatis dari 27 kasus pada tahun 1975 menjadi 1680 kasus pada tahun 1996. di beberapa Negara penularan virus dengue di pengaruhi oleh adanya musim, jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, akan tatapi secara gari besar dapat di kemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September sampai februaridan mencapai puncaknya pada bulan januari. Di daerah yang berpenduduk padat puncak penderita adalah bulan juni sampai juli hal ini bertepatan dengan awal musim kemarau.
`Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan di pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vector nyamuk, transmisi virus dengue, virulensi virus dan kondisi geografi setempat. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderit, tetapi kematian di temukan lebih banyak pada anak perempuan.
Anak di bawah umur 15 tahun. Di Indonesia, Suroso (1997) mengemukakan bahwa penderita demam berdarah dengue terbanyak umur 5-14 tahun.


E. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas 3-15 hari tetapi rata-rata 5-8 hari. gejala klinis timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot seluruh tubuh, nyeri di belakang kepala hebat, suara serak, batuk, epistaksis serta disuria. Penyakit biasanya akan sembuh sendiri dalam 5 hari dengan penurunan suhu secara lisis. Demam berdarah dengue di tandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas di sertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung, sendi, kepala, dan perut.gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari kedua atau ketiga demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam di mulai dari yang paling ringanberupa perdarahan di bawah kulit (petekia/ekimosis), perdarahan yang hebat berupa muntah darah, akibat perdarahan lambung, melena, dan juga hematuria massif.

Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
- Derajat 1 : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan,uji tuniket positif,trombositopenia dan hemokonsentrasi.
- Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dibawah kulit dan ataua perdarahan lain
- Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah,hipotensi,kulit dingin,lembab,dan gelisah
- Derajat IV : Renjatan berat,denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur.

F. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana DBD sebaiknya berdasarkan kepada berat ringan nya penyakit yang ditemukan antara lain:
1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi keinginan makan dan minum masih baik untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat paracetamol 10-15mg/kg BB. Setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini menunjukan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukan penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukan manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan untuk rawat inap.

2. Kasus DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3,4,5 panas dianjurkan rawat inap karena penderta ini mempunyai resiko terjadinya syok. Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indicator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat diruang observasi dipusat rehidrasi selam kurun waktu 12-24 jam. Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ektrimitas yang teraba dingin,nyeri perut,dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan tanda-tanda pendaraahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat dirumah sakit untuk memperoleh cairan pengganti segera.

3. Penatalaksanaan DBD derajat 3 dan 4
Dengue syok syndrome (syndrome renjatan dengue) termasuk kasus perawatan yang mebutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan penggati secara cepat. Biasanya dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit.dan hal ini dapat dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang sukar diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonic (ringer laktat,5% dekstrose dalam ringer laktat atau 5 %deksttrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali ) dengan jumlah 10-20ml/kg/1 jam.

G. PENCEGAHAN

Pencegahan dan pemberantsan penyakit infeksi virus dengue sampai sekaarang masih diprioritaskan pada pemberantasan nyamuk dewasa dan lava aedes aegypti atau aedes albopictus dan hasilnya belum memuaskan. Terdapat kemungkinan bahwa vaksinasi mungkin menyebabkan sensitisasi seeorang resipien sehingga infeksi dengue yang terjadi menyebabkan demam berdarah.
Saat ini dikenal cara pencegahan yang efektif yaitu dengan 3 M
- Menguras
- Membersihkan
- Mengubur


H. DIAGNOSIS BANDING

Pada daerah-daerah endemis dengue,maka demam berdarah yang harus dicurigai pada anak-anak dengan demam dengan memperlihatkan hemokonsentrasi,trombositopenia dan manifestasi-manifestasi perdarahan dengan atau tanpa syok. Karena berbagai penyakit riketsia,meningokoksemia dan penyakit-penyakit berat lainnya yang disebabkan oleh berbagai penyebab yang dapat menimbulkan berbagai gejala klinis yang mirip, maka diagnosis harus dibuat jika bukti epidemiologis dan serologis menunjukan kemungkinan adanya demam dengue.

I. PROGNOSIS

Kematian terjadi pada 40-50 % penderita dengan syok,tetapi dengan pengobatan penunjang yang adekuat,dapat diturunkan hingga kurang dari 2 %. Keberhasilan bertahan berhubungan langsung dengan penatalaksanaan intensif dini.

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

- Pemeriksaan darah lengkap: hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih ),trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
- Serologi : uji HI (hemaagluttinaation inhibition test )
- Rongent thorax : efusi pleura


DAFTAR PUSTAKA
- Soegijanto, soegeng. ILMU PENYAKIT ANAK DIAGNOSA & PENATALAKSANAAN. 2002. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
- Soegeng, Soegijanto. “DEMAM BERDARAH DENGUE” 2006. Edisi kedua. Airlangga University Press Surabaya.
- Soedarmo, Sumarmo Sunaryo Poorwo, DEMAM BERDARAH (DENGUE) PADA ANAK. 2005.
- Ngastiyah, PERAWATAN ANAK SAKIT. 2005. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan tuntunanNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak , yang dapat di sajikan untuk mahasiswa keperawatan sebagai pegangan praktek diklinik.

Dalam makalah ini kami kelompok menampilkan salah satu macam penyakit tentang gambaran penyakit yang dapat memudahkan pemahaman tentang gambaran patofisiologi sehingga memberikan kemudahan dalam menentukan gambaran penyakit kususnya “DHF (DENGUE HEMORAGIC FEVER).

Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam mengaplikasikan penerapan Asuhan Keperawatan Anak berdasarkan gangguan kesehatan yang terjadi.

DERMATITIS KONTAK

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panulis haturkan kehadiran TUHAN Yang Maha Esa, karena dimana besar cinta kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

Terimakasih juga kepada dosen pembimbing dan juga kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun dengsn tujuan memberikan pemahaman dam notivasi dilakukan masyarakat, agar dapat berguna untuk menunjang dan fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan penyakit sistem integumem “DERMATITIS KONTAK”
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan – kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat dio harapkan oleh penulis untuk melengkapi makalah ini.




Penulis
BAB I
PENDAHULUAN


1. Definisi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak pada bagian luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ dan vital serta mencerminkan kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elstis dan sensitif bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, rasa, dan juga bergantung pada kondisi tubuh

2. Anatomi Kulit
Anatomi kul;it secara hispotalogik kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu:
1.1 Lapisan Epidermis terdiri atas :
Satrum korneum ( Lapisan tanduk )
Lapisan paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak beinti dan protoplasmanya telah beruba menjadi keratin (zat tanduk)
Stratum lusidum
Terdapat langsung dibawah komponen korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi berarti protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas ditelapak (zat Kerathohialin)
Stratum Granulosum (Lapisan Keratihialin )
Merupakan 2 ata 3 bagian sel-sel gepeng dengan sitoplasma bebutir kasar dan inti diantaranya stratrum granulosum juga tampak jelas ditelapaktangangan dan kaki
Stratum Basale
Terdiri sel-sel kubus (kulumnur) yangbtersusun fertikal pada pembatasan dermo epidermal seperti pagar (palisade) lapisan ini merupakan lapisan bawah.

1.2 Lapisan Dermis
Lapisan dibawah epedermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis

1.3 Lapisan Subkutis
Kelanjuten dermis terdiri atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak didalamnya. Lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi pembuluh darah dan getah bening

3. Fungsi Kulit
Kulit mempunyai fungsi yaitu :
3.1 Sebagai mproteksi, kulit manjaga dalam tubuh terghadapm gangguan atau mekanisme
3.2 Sebagai absorpsi penyerapan dapat berlangsung melalui cara anatar sel menbus sel-sel epidermis
3.3 Sebagai ekskresi kelebjar-kelenjar kulit mengeluarkan sat-sat yang tidak berguna atau sisa metabilosme dalam tubuh
3.4 Sebagai persepsi kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik disermis dan subkutis
3.5 Sebagai pengatur suhu tubuh (termoregulasi) kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan menyerutkan pembuluh dara kulit
3.6 Sebagai pembentuk pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak dilapisan basal dan sel ini berasal dari nyeri saraf.
3.7 Sebagai keratin lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosit
3.8 Sebagai pembentuk vitamin D

BAB II
ISI
DERMATITIS KONTAK

2.1 Definisi
Dermatitis kontak ( dermatitis venenata) merupakan reaksi kulit terhadap unsur- unsur fisik, keringat, atau biologi. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak bisa berupa tipe iritan-iritan primer reaksi nonalergik terjadi akibat pajanan terhadap substansi iritatif satau tipe oleh pajanan terhadap alergen kontak penyebab dermatitis kontak iritan yang lazim adalah sabun, diterjen, bahan pembersih dan zat kimia industri.

2.2 Etiologi
Banyak agen dapat meyebabkan dermatistik kontak dibawah ini beberapa contoh sekret serangg, lipas dan sebagainnya, serta getah tumbuh-tumbuhan dan dapat menimbulkan dermatitis. Yang terbentuk liner, serta getah tumbuh-tumbuhan dapat menimbulkan dan sat-sat terjen (mis. Lisol) dessinfektasia dan zat warna (untuk pakaian, sepatu dan lain-lain

2.3 Patogenesis
Dermtitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersentivitas tipe lambat. Pantogenesisnya melalui 2 fase yaitu :
Fase induksi adalah :
Saat kontak pertam anergen dengan kulit sampai limposit mengenal dan memberi respon, memerlukan waktu 2 – 3 minggu.

Fase Elisitas adalah :
Terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa sel efektor yang telah tersintisasi mengeluarkkan limforkrim yang mampu menarik berbagai sel badan sehingga terjadi gejala klinis.

2.4 Manifestasi Klinis
Erupsi dimulai ketika unsur penyebeb mengenai kulit. Reaksi pertama mencakup rasa gatal, terbakar dan eritama yang segera diikuti oleh gejela edema, pakula, vesikel serta perembesan atau sekret. Pada fase subkutis, perubahan vesikuler ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukan krusta, pengeringan atau bila pasien terus menerus menggaruk kulitnya, penebalan kulit (likenifikasi) dan pigmentasi ( perubahan warna) akan terjadi infasi sekunder timbul kembali

2.5 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnese dan gambaran klinis. Percobaan tempel tidak dapat dilakukan pada stadim akut, karena akan memberatkan penyakit.

2.6 Pengobatan
Proteksi terhadap zat penyebab dan penghindaran kontakan merupakan tindakan penting. Antihistamin sistimik tidak di indikasikan pada stadium permulaan, sebab tidak ada pembebasan histamin. Pada stadium slenjunya terjadi pembebasan histamin secara pasiv. Kortikosteroid sistimik hanya diberikan penyakit berat misalnya predmison 20 mg sehari. Terapi topikal digunakan sesui dengan petunjuk umum pengobatan dermatitis.

Contoh-contoh obat dermatitis :
- Amsinosid 0,1 % ( Cyclocort) krim, salep
- Deksametason ( decadron) krim
- Hidrokortison (Chloramfecort) krim, salep
- Betametason Vaerat 0.01 % (valiusone) krim
- Desoksimetason 0.25% (topicor) krim, salep


BAB III
FARMAKOLOGI OBAT

3.1 Cloramfecort
Komposisi :
Tiap gram krim mengandung
Cloramfenikol basa………. 20 mg
Hidrokartison Asetat………25 mg
Farmakologi
Cloramfenikol merupakan suatu antibiotika yang memiliki sprektum antimkuman yang luas berfungsi untuk menyembukan infeksi poada kulit, termasuk infeksi-infeksi sekunder yang umunya menyertai radang kulit
Indikasi
Pengobatan penyakit-penyakit kulit akibat alergi.
Efek samping :
Sebagai mana prepara, kortikosteroid lain, pemakaian hidrokartison dalam jangka panjang dapat menyebabkan atrovi epidermal dan dermal sehingga kulit menjadi tipis, stria angieklasi purpura tipe senil (misalnya) pada leher, muka, ketik, daerah perianal), mengaburkan infeksi jamur dan skabies serta memperbberat infeksi yang ada.
Kotra Indikasi
Infeksi jamur (mikosis) dan tuberkulosis kulit
Perhatian dan Peringatan
Hanya untuk pengobatan kulit, jangan digunakan pada mata

Kemasan : Tube berisi 10 g krim .
Dosis : 2 x pemberian perhari .

3.2 Farmakokinetik
Absorpsi : cepat pada semua rute, kecuali rektal
Metabolisme : di hati
T1/2 Biologik : 8 – 12 jam
Eliminasi : ginjal terutama sebagi 17 hidrositeroid dan 17 ketosteroik

BAB IV
PROSES KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
- Dapatkan riwayat dari klien mengenai awitan dari lesi kulit Perhatikan jika terdapat riwayat keluarga dari kelainan kulit.
- Kaji erupsi kulit klien. Jika ada jelaskan lesi lokasi dan drainasenya
- Dapatkan pembiakan dari lesi kulit yang mengalirkan nanah
- Dapatkan tanda-tanda vital dasar klien. Laporkan jika ada kenaikan suhu

4.2 Perencanaan
Lesi-lesi kulit akan mengecil atau akan hilang setelah terapi obat dan keperawatan kulit

4.3 Intervensi Keperawatan
- Oleskan pengobatan topikal pada lesi-lesi kulit dengan menerapkan teknik aseptik
- Pantau tanda – tanda vital dan laporkan penemuan yang abnormal
- periksa tempat – tempat terjadinya lesi selama terpi obat untuk melihat adanya perbaikan atau reaksi yang merugikan terhadap terapi obat, seperti melepuh, membengkak atau bersisik.

4.4 Penyuluhan kepada Klien
- Beritahu klien untuk tidak menggunakan pembersih yang keras pada kulit. Beritahu klien untuk membersikan kulit beberapa kali sehari.
- Ajari klien mengenai efeksamping dan reaksi yang merugikan yang berkaitan dengan obat yang dipakai. Beritahu klien untuk segera melaporkan jika ditemukan hal-hal abnormal
- ajari klien bagaimana cara mengoleskan salep atau krim tropikal dengan teknik yang bersih

4.5 Evaluasi
Evaluasi efektifitas terapi pada lesi kulit. Jika tidak tampak adanya perbaikan regimen terapi obat dan keperawatan kulit mungkin perlu di ubah.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dermatitis kontak ( Dermatitis Venenata ) merupakan reaklsi terhadap unsur-unsur fisik kimia atau biologis. Epidermis mengalami kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang – ulang.
Penyebab dermatitis kontak iritan yang lazim adalah sabun, diterjen, bahan pembersih dan zat kimia industri.Erupsi dimulai ketiga unsur penyebab mengenai kulit. Reaksi pertama rasa gatal terbakar dan eritiema yang segera diikuti oleh gejala edema, papula, pesikel, serta pembebasan cairan atau sekret.
Proteksi terhadap zat penyebab dan penghindaran kontakan merupakan tindakan penting. Pengobatan dermatitis dengan obat-obat krim atau salep, contoh Krem Amsinosid 0,1 % ( Cyclocort) krim :
- Deksametason ( decadron) krim
- Hidrokortison (Chloramfecort) krim, salep
- Betametason Vaerat 0.01 % (valiusone) krim
- Desoksimetason 0.25% (topicor) krim, salep


DAFTAR PUSTAKA


1. Joice L Kee dan Uvelyn. R. Hayes : FARMAKOLOGI ( PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN ) Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994. Hal. 381 – 386
2. Dr. Adhi Djuanda “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin” Edisi kedua, Penerbit Fakultas Kedoktetan Universitas Indonesia, Jakarta, 1993 Halaman 144
3. Brunner dan Suddharth Buku Aljabar “Keperawatan Medikal – Bedah “, Edisi 8, Vol. 3 Penerbit Kedotoran EGC, Jakarta 1997
4. Anna Wahyuni W. S. Farm, Apt “Buku Saku Obat-obatan Penting Untuk Pelayanan Kefarmasian” Bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM, 2005
5. Panduan Pelayanan Informasi Obat

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

DENGUE HAEMORAGIC FEVER
(DHF)


A. DEFINISI
Dengue Haemoragic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina)

B. ETIOLOGI
Gigitan nyamuk Aededs Aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus)

C. TINJAUAN FISIOLOGI
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Cairan darah tersusun atas komponen sel yang bersuspensi dalam plasma darah. Sel darah dibagi menjadi eritrosit (sel darah merah, normalnya 5 ribu per mm3 darah) dan lekosit (sel darah putih, normalnya 5 ribu sampai 10 ribu per mm3 darah). Terdapat sekitar 500 sampai 1000 eritrosit tiap satu lekosit. Lekosit dapat berada dalam beberapa bentuk : eosinofil, basofil, monosit, netrofil, dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit (normalnya 150.000 sampai 450.000 trombosit per mm3 darah). Komponen seluler darah ini normalnya menyusun 40% sampai 45% volume darah. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit disebut hematokrit. Darah terlihat sebagai cairan merah, opak dan kental. Warnanya ditentukan oleh hemoglobin yang terkandung dalam sel darah merah.
Volume darah manusia sekitar 7% sampai 10% barat badan normal dan berjumlah sekitar 5 Liter. Darah bersikulasi di dalam sistem vaskuler dan berperan sebagai penghubung antara organ tubuh, membawa oksigen yang diabsorbsi oleh paru dan nutrisi yang diabsorbsi oleh traktus gastrointestinal ke sel tubuh untuk metabolisme sel.
Darah juga mengangkut produk sampah yang dihasilkan oleh metabolisme sel ke paru, kulit dan ginjal yang akan ditransformasi dan dibuang keluar dari tubuh. Darah juga membawa hormon dan antibodi ke tempat sasaran atau tujuan
Untuk menjalankan fungsinya, darah harus tetap berada dalam keadaan cair normal. Karena berupa cairan, selalu terdapat bahaya kehilangan darah dari sistem vaskuler akibat trauma. Untuk mencegah bahaya ini, darah memiliki mekanisme pembekuan yang sangat peka yang dapat diaktifkan setiap saat diperlukan untuk menyumbat kebocoran pada pembuluh darah.
Pembekuan yang berlebihan juga sama bahayanya karena potensial menyumbat aliran darah ke jaringan vital. Untuk menghindari komplikasi ini, tubuh memiliki mekanisme fibrinolitik yang kemudian akan melarutkan bekuan yang terbentuk dalam pembuluh darah.

D. PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar, antara lain getah bening, hati dan limpa. Ruam pada demam fever disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomen patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan demam fever dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafiluktoksin, histamin dan serotin serta akuasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat mengurangnya volum plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoprotoinemia, efusi dan renjatan plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukan cairan didalam rongga serosa, yaitu rongga peritenium, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovelemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit (sel trombosit) muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya distruksi trombosit.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul barvariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami :
 Demam akut ( SB tiba-tiba), menggigil, perdarahan pada saat demam, perdarahan seperti (petokie, ekimosis, hematomepitaksis, hematemasis, hematuria dan melena)
 Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit menelan.
 Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
 Keluhan yang lain seperti : nyeri kepala, nyeri otot, tulang dan sendi (break bone fever), nyeri abdomen, nyeri pada ulu hati, pegal-pegal seluruh badan, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan disekitar mata, sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.
 Hepatomegali, splenomegali, dan pembesaran getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.
 Pada penderita yang mengalami renjatan akan mengalami sianosis perifer (ujung jari dan bibir), kulit lembab dan dingin, hipotensi, nadi cepat dan lemah.

F. KLASIFIKASI DHF
 Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji tourniquet+ , trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
 Derajat II : Derajat I dan disertai perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis hematemesis, melena, perdarahan gusi.
 Derajat III : Kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat >120 x/menit, tekanan darah 
 Derajat IV : Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Darah lengkap : Hemokonsentrasi (hematokrit  20% atau lebih),
Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
• Serologi : Uji HI (hemaaglutinotion inhibition test)
• Rontgen thorax : Efusi pleura

H. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
• Minum banyak 1,5 – 2 liter/ 24 jam dengan air teh, gula atau susu
• Antipiretik jika terdapat demam
• Antikonvulsan jika terdapat kejang
• Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat

I. PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberatasan vektor dianggap cara paling memadai.
 Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan yaitu malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan di dalam kamar/ruangan mis : golongan organofosfat, karbonat atau pyrethiroid

 Tanpa Insektisida
• Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu (perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7-10 hari)
• Menutup tempat penampungan air rapat-rapat
• Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Isolasi pasien agar pasien tidak digigit vektor untuk ditularkan kepada orang lain sulit dilaksanakan lebih awal dari perawatan di rumah sakit karena kesulitan praktis.
Mencegah gigitan nyamuk dengan cara memakai obat gosok/repellant maupun pemakaian kelambu memang dapat mencegah gigitan nyamuk, tetapi cara ini dianggap kurang praktis.
Imunsasi maupun pemberian anti-virus dalam usaha memutuskan rantai penularan, saat ini baru dalam taraf penelitian

DAFTAR PUSTAKA


• Effendy Christante. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC hal 1-8.

• Noer Syafoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3, Jakarta, FKUI. Hal 417-426

• Smeltzer Suzanne dan Bare Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 3. Jakarta, EGC, Hal 926-927

• Supriodi dan Yuliani Rita. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta, Inter Pratama, Hal 57-62


TINJAUAN KASUS
Tanggal masuk RS :
Tanggal pengkajian :
No Reg :
Bagian :
Dx Medis : DHF

I. Biodata.
• Biodata pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
• Biodata penanggung
Nama :
Jenis kelamin :
Alamat :
Hubungan dengan pasien :

II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Keluhan utama saat masuk RS
Pasien mengatakan ± 5 hari panas, nyeri ulu hati, mual dan muntah (muntah 1 kali berisi makanan pada tanggal 13 April 2009)
• Kapan keluhan utama muncul : ± 5 hari yang lalu
• Keluhan utama saat dikaji : Pasien mengatakan nyeri ulu hati
• Keluhan yang menyertai : Pasien mengatakan badan terasa panas, rasa mual dan muntah (pasien muntah 3 kali berisi cairan)
• Tindakan yang sudah diambil untuk mengatasi keluhan utama yaitu pasien dibawah ke RS .......... (pada tanggal 13 April 2009) dan kemudian dirujuk ke RS .....
• Khusus nyeri : Lokasi : Ulu hati
Karateristik : Seperti ditusuk-tusuk
Sifat : Hilang timbul
Skala : 6
Intensitas : Nyeri sedang

B. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
• Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang sama (DHF)
• Pasien mengatakan alergi jika makan daging ayam dan daging babi karena setelah makan akan timbul bintik-bintik merah dikulit
• Pasien mengatakan sering mendapat sakit maag

III. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum lemah
• Kesadaran komposmentis  skala koma glasgow
Membuka mata spontan 4
Respon verbal 5
Respon pengamatan 6
15
• Ekspresi wajah meringis
• Vital Sign : TD : 100/70 mmHg R : 20 kali/menit
N : 92 kali/menit SB : 380 C
• Pemeriksaan Head To Toe
1. Kepala dan wajah : Bentuk kepala mesochepal, muka tampak merah, tidak ada luka, tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
2. Mata : Simetris kiri dan kanan, sklera tidak icterus, tidak strabismos, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik.
3. Hidung : Lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada polip, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, fungsi penciuman baik.
4. Telinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, pendengaran baik.
5. Rongga mulut & gigi : Tidak ada peradangan gusi, mukosa berwarna merah muda dan tampak kering, gigi tidak ompong, tidak ada sariawan.
6. Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak kaku kuduk
7. Dada : Ekspansi dada sama kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan
8. Abdomen : Tidak ada luka, tidak teraba masa, ada nyeri tekan di daerah epigastrum
9. Kulit : Warna kulit kuning lansat, turgor elastis, ada petekie di kulit
10. Rectum : Tidak ada hemoroid, tidak ada tanda-tanda peradangan
11. Genitalia : Tidak ada penyakit kelamin, keadaan genitalia bersih
12. Ekstremitas atas : Tangan kiri terpasang IVFD RL 30tts/menit ada pembatasan gerak karena terpasang IVFD, tangan kanan dapat digerakkan dengan baik, tidak ada nyeri tekan dan tidak edema.
Uji kekuatan otot dengan cara melawan tahanan nilai 5 = mampu menahan sedikit dorongan.
13. Ekstremitas bawah : Dapat digerakkan, tidak terdapat luka.

IV. Pola Kegiatan Sehari-hari
A. Nutrisi
• Sebelum sakit, pasien makan dengan frekwensi 3x sehari, jenis makanan nasi, ikan, sayur dan buah. Porsi makanan dihabiskan, jumlah air yang diminum ± 8 gelas/hari (± 2000 cc), jenis air putih.
• Setelah masuk rumah sakit frekwensi makan 3x sehari, jenis makanan bubur, porsi makan tidak dihabiskan, pasien hanya makan ± 4 sendok makan, jumlah air yang diminum ± 8 gelas/hari (± 2000 cc), jenis air putih.
Pasien mengatakan tidak ada selera makan, pasien mengatakan setiap makan dan minum terasa mual dan muntah (pasien muntah 3 kali berisi cairan)

B. Eliminasi
BAB : Sebelum masuk RS  Frekwensi 1-2 kali sehari, konsistensi lembek, warna kuning dan bau busuk.
Saat dikaji  Frekwensi 1 kali sehari, konsistensi cair, warna kuning dan bau busuk

BAK : Sebelum masuk RS  Frekwensi 5-6 kali sehari, warna bening, bau amoniak. 1000-1500 cc/hari
Saat dikaji  Frekwensi 5-7 kali sehari, warna kekuningan, bau amoniak (± 1080-1680 cc/hari)

C. Aktivitas
Pasien mengatakan badan rasa lemah, semua kebutuhannya dilayani di atas tempat tidur oleh perawat dan keluarga seperti makan, minum dan mandi

D. Istirahat dan Tidur
• Sebelum sakit : Istirahat siang tidak teratur, tidur malam pukul 22.00-05.00 ± 9 jam, keluhan tidak ada
• Setelah masuk RS : Istirahat siang tidak menentu, tidur malam pukul 22.00-01.00, suami pasien mengatakan pada pukul 01.00 pasien terbangun karena nyeri ulu hati dan tidur kembali pada pukul 02.30, dan bangun pada pukul 05.00. Pasien tidur ± 6½ jam



E. Personal Hygiene
Waktu dikaji pasien belum mandi, kulit nampak bersih, kuku tangan panjang dan kotor, kuku kaki pendek, ganti pakaian 1-2 kali sehari. Pasien mengatakan sebelum datang ke RS pasien mandi

F. Data Interaksi Sosial
Hubungan dengan pasien lain baik, hubungan dengan keluarga baik, hubungan dengan tenaga kesehatan baik. Pasien mudah diajak berkomunikasi

G. Data Spiritual
Agama yang dianut Kristen Protestan, pasien mengatakan selalu mengikuti ibadah Kolom dan arisan ibu-ibu

H. Data Psikologis
Ekspresi wajah meringis, tanggapan pasien terhadap penyakit sangat mengganggu, harapa klien tentang penyakitnya cepat sembuh, dan dapat kembali ke rumah dan beraktivitas.

V. Data Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Result Vart Flags Normal

WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
7,40
5.760.000
15,6
45,8
79,5
27,1
34,1
32.000
10^ 3U/L
10^ 6U/L
9/1
%
FL
P9
9/1
10^ 3U/L
4,0-10,1
4,0-6,0
12,0-16,0
36-50
86-99
27-31
33-37
150-450


VI. Therappy
 Ceftriaxone 1x1 gr/IV
Komposisi : Tiap vial mengandung ceftriaxone disodium setara dengan ceftriaxone 1gr
Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif dengan ceftriaxone, seperti infeksi saluran pernapasan, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sefalasporin dan ceftriaxone

 OMZ injeksi (omeprazole 40 mg) 2x40 mg/IV
Komposisi : Omeprazole sodium 42,6 mg
Setara dengan Omeprazole 40 mg
Indikasi : Merupakan terapi pilihan untuk kondisi berikut yang tidak dapat menerima pengobatan peroral : Ulkus duodenum, ulkus gaster, esofagitis ulseratif dan sindrom zoolinger Ellrson
Kontraindikasi : Hipersensitif dengan omeprazole sodium

 Ciprofloxacin 1x100 ml/IV
Komposisi : Tiap ml mengandung ciprofloxacin lactate setara dengan ciprofloxacin base 2,0 mg
Indikasi : Untuk pengobatan infeksi berat pasien rawat inap rumah sakit yang tidak bisa diberi ciprofloxacin oral atau pemberian oral tidak tepat. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap ciprofloxacin pada :
Prostatitis, uretritis dan servisitis gonorrhoea, thypoid, pneumonia, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi.
Kontraindikasi : - Penderita yang hipersensitif terhadap ceprofloxacin atau antibiotik derivat kuinolon lainnya.
- Wanita hamil dan menyusui
- Anak-anak dibawah usia 18 tahun

 Cefarox 2x100 mg/hari
Komposisi : Tiap kapsul mengandung cefixime 100mg
Indikasi : Infeksi saluran kemih disebabkan oleh Escherichia pyogenes bronkitis akut.
Kontraindikasi : Penderita dengan riwayat shock atau hipersensitif terhadap beberapa bahan dari sediaan ini

 Trolit 4 gr (serbuk)
Indikasi : Membantu memperbaiki daya tahan tubuh serta membantu mengambalikan cairan tubuh dan elektrolit yang hilang

 Sumagesic 3x600 mg/hari
Komposisi : Setiap tablet mengandung paracetamol 600 mg
Indikasi : Untuk menyembuhkan rasa sakit termsuk sakit kepala, dan menurunkan demam yang menyertai flu, masuk angin, tonsilitis, tuberkulosis dan infeksi lainnya.
Kotraindikasi : Pasien yang hipersensitif dengan parasetamol

demam tifoid

DEMAM TIFOID

A. DEFINISI

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer didistal ileum. Demam tifoid juga merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh salmonella typhi, yang ditandai dengan adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat.

B. EPIDEMIOLOGI

Antara 300-500 kasus baru infeksi salmonella typhi dilaporkan terjadi setiap tahun di Amerika serikat.kebanyakan penderita demam tifoid berusia dibawah 20 tahun. Basil tifoid hanya menginfeksi manusia dan penderita tersebut akan mengekskresikan salmonella typhosa didalam sekret pernapasan, air kemih dan tinja dalam waktu yang berbeda-beda.secaa khas, karier tersebut adalah seorang dewasa , yang ungkin telah mengalami penyakit enterik dan mengalami kontak, serta sering kali sebagai orang yang menyiapkan makanan.penyebaran melalui air biasanya terjadi akibat pemasangan pipa air minum atau sanitasi yang tidak memadai dan hal ini menjadi penyebab kasus sporadis di Amerika serikat dan penyakit endemis dinegara-negara yang sedang berkembang.tiram dan kerang-kerangan yang diternakan didalam air yang tercemar air limbah dan dimakann tanpa dimasak sebelumnya hingga mencapai suhu sterilisasi, dapat berperan pula sebagai sumber-sumber cetusan serangan tifoid.

C. ETIOLOGI

Etiologi salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang pasien demam tifoid oleh Gaffkey diJermam pada tahun 1884.mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora.salmonella typhi dapat timbul dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini mengfermentasikan glukosa dan manosa,tetapi tidak dapat memfermentasikan laktosa.

D. PATOGENESIS

Pengkajian yang dilakukan pada sukarelawan dewasa yang diinfeksi oleh berbagai strain salmonella tphosa, menunjukan bahwa sejumlah 107 organisme dapat mengakibatkan penyakit pada 50% individu. Tetapi demam tifoid yang ditimbulkan oleh hanya 1000 organisme ini ;memberikan petunjuk bahwa trdapat perbedaan resisten pada hospes dan patogenisitas masing-masing strainterutama yang terdapat dialam bebas, berbeda yang digunakan dalam kotrol percobaan dilaboratorium.respon leukosit netrofil yang akan melepaskan prostaglandin, dibangkitkan oleh basil-basil tifoid, karena mereka tidak mempunyai aktivitas enterotoksin pada sel-sel epitel usus, yang akan mengaktivkan sistem adenilat siklase. Basl tifoid yang virulen menghambat metabolisme oksidatif pascafagosit neutrofil, berlawanan dengan strain tifoid yang avirulen dan bakteria lain.aktivitas ini memungkinkan organisme tersebut tahan terhadap destruksi didalam sel leukosit.pada awal penyakit, monosit tidak mampu menghancurkan basil tifoid dan juga berperan mengangkut organisme ini kedalam kelenjar linfe mesentrik dan bagian lain system retikuloendotelial , dimana terjadi pembiakan.bagian luar dinding salmonella merupakan kompleks lipopolisakarida. Ia mempunyai banyak sifat yang terpenting diantaranya adalah sifat pirogenisitas yaitu suatu sifat yang membuat endotoksin dapat digunakan untuk memperjelaskan patogenisitas dan tanda-tanda dan gejala-gejala dari bentuk sistemis infeksi salmonella.infiltrasi sel-sel monosit kedalam lamina propiria, bercak peyeri dan kelenjar linfe msentrik yang membesar.bercak-bercak merah muda merupakan lesi kulit yang kas, yang juga mempunyai gambaran monositik.bakteremia dalam demam tifoid secara kuantitatif berbeda dengan engan bakteremia dalam infeksi-infeksi yang disebabkan oleh basil gram negative lainnya.organisme ini dengan cepat menginfeksi peredaran darah dari tempat radang minimal ;usus halus proksimal terutama merupakan tempat invasi tersebut. Septicemia dapat dibersihkan oleh organ system retikuloendotel, terutama dimana bacteria berbiak dalam sel.karena itu radang lokal akan terjadi pada kelenjar linfe, hati dan linpa. Selanjutnya bakteri memasuki peredaran darah dari tempat-tempat ini.septikemia sakunder biasanya berlangsung lama dan organ akan ditunasi.Kandung empedu menghasilkan banyak salmonella yang kemudian dikeluarkan ke usus besar.

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi kinis dalam tifoid pada anak tidak khas dan sangat bervariasi.beberapa faktor yang dapat mempengaruhi manifestasi klinis dan beratnya penyakit adalah strain salmonella typhi, jumlah mikroorganisme yang tertelan, keadaan umum dan status nutrisi, status imunologik faktor genetic.pemberian antibiotic kususnya kloramfenikol dapat mengubah perjalanan penyakit , mengurangi komplikasi dan angka kematian. Dalam 48 jam setelah pemberian antibiotic penderita akan mengalami perasaan yang lebih baik dan dalam 4-5 hari suhu badan akan kembali normal. Namun kemungkinan masih ada penderita yang mengalami pendarahan an perforasi usus atau kekambuhan.

F. MASA INKUBASI

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selam 7-14 hari bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimptomatis.

G. KOMPLIKASI

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan pendarahan berat pada 1-10% pendeita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekaan darah serta kenaikan denyut nadi. Perforasi jarang terjadi tanpa didahului oleh perdarahan dan pada umumnya terjadi pada ileum bagian distal. Perforasi akan disertai peningkatan nyeri abdomen , nyeri tekan , munta-munta dan tanda-tanda peritonitis.dapat terjadi enselopati toksik atau trombosis serebri.kolesistitis akut yang dijumpai sering berupa pelebaran toksik kandung empedu.trombosis dan flebitis jarang terjadi.pbeumoni sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali selain. salmonella.piolonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan atritis septic Jarang terjadi pada hospes normal

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1.Darah :pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah lekosit normal, bisa menurun atau meningkat, kadang-kadang ditemukan adanya trobositopenia dan pada hitung jenis didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relative.gambaran darah lengkap yang mempunyai hubungan sigifikan dengan diagnosis demam tifoidadalah lekosit normal(OR =10,8), lekosit kurang dari 10.000 sel/ml, lekopenia dan limfositosis relative(OR= 11,8%).

2.Uji serologis : uji serologis widal mempunyai berbagai kelemahan baik sensitivitas dan spesifitasnya yang rendah maupun interprestasi yang sulit dilakukan.namun demikian hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka yang demam tifoid.

3.Isolasi kuman : diagnosis pasti demam ifoid dilakukan dengan isolasi s typhi. Isolasi kuman penyebab demam tifoid dapat dilakukan dengan melakukan biakan dalam bebagai empat dalam tubuh.

I. PROGNOSIS DAN PENGOBATAN

Prognosis demam tifoid bergantung pada usia penderita , status kesehatan sebelumnya dan tipe komplikasi yang terjadi.penderita yang tidak mendapatkan pengobatan antibiotic dapat meninggal dunia. Pengobatan dengankloramfenikol berhasil menurunkan angka kematian.adanya penyakit dasar yang melemahkan, perforsi saluran cerna atau perdarahan hebat akan meningkatkan kematian.Kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak-anak yang menderita demam tifoid mempunyai arti penting.jika shyok menyertai perforasi usus atau perdarahan hebat, maka diperlukan plasma ekspander secara intravaskuler.kloramfenikol adalah antibiotic yang lebih disukai oleh kebanyakan ahli penyakit menular untuk pengobatan demam tifoid.obat ini dapat diberikan secara oral, tetapi pemberian intravena diindikasikan pada penderita yan mengalami sakit akut.kloramfenikol diberikan secara intramuskuler.dosis 50- 100mg/kg/24 jam diberikan kepada anak-anak dan dosis 25mg/kg/24 jam diberikan kepada bayi berusia kurang dari 2minggu yang terbagi dalam 4 dosis dan diberikan dengan selang waktu 6 jam.komplikasi berupa pandarahan dan perforasi usus dapat terjadi selama pengobatan. Pengobatan koramfenikol dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kekambuhan dan tidak dapat mencegah terjadinya karier kronis.

Pengobatan dengan ampicilin mengakibatkan respon linis yang lebih lambat serta lebih banyak kegagalan dibandigkan dengan pengobatab koramfenikol.ampisilin sebaiknya digunakan dalam dosis 100-200mg/kg/24 jam ,terbagi dalam selang waktu 6 jam.kombinasi sulfametokonazol dan trimetropim efektif terhadap demam tifoid.

Pengobatan dengan kortikosteroid dianjurkan diberikan kepada penderita toksemia berat atau pederita dengan gejala berkepanjangan.kortikosteroit tidak meningkatan insiden komplikasi yang terjadi, jika pengobatan antibiotika yang diberikan memadai trombositopenia dapat terjadi cukup berat dan berperan pada pendarahan usus. Pada kasus demikian dianjurka pemberian transfuse trombosit, bila akan dilakukan pembedahan pengobatan dengan ampicilin dosis tinggi selama 4-6 minggu, berhasil menyembuhkan para karrier termasuk yang mengalami kolesistitis.

J. PENCEGAHAN

Kekebalan terhadap demam tifoid bersifat relative. Demam tifoid merangsang resistensi penjamu dengan cara meningkatkan aktivitas fagositik non spesifik temporer didalam system retikuloendotel maupun meningkatkan aktifitas bakterisidal spesifik yang berlangsung lama dalam bentuk antibody tipe spesifik. Antibody akan meningkatkan kekebalan penjamu dengan cara meperlambat multiplikasi bakteri ekstraseluler dan memacu obsonisasi, tetapai kerentanan terhadap serangan awal demam tifoid atau berikutnya

Tidak terdapat indikasi untuk memberikan vaksin parenteral secara rutin kepada anak-anak. Meskipun aksin yang ada mencegah mencegah penyakit pada banyak individu yang terpapar sejumlah kecil basil tifoid seperti pada penyakit yang ditularkan melalui air, tetapi pemaparan terhadap sejumlah besar inokulum dapat mengatasi kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin. Dosis 0,5 ml vaksin yang diberikan secara subkutan dianjurkan sebagai imunisasi primer dan imunisasi boster baagi individu berusia 10 tahun atau lebih. Sedangkan dosis tambahan 0,25ml dianjurkan bagi anak-anak berusia lebih mudah.

K. PENGENDALIAN INFEKSI

Perhatian terhadap kebersihan pribadi, encucian tindakan dan tindakan-tindakan sanitasi, merupakan hal –hal penting bagi semua personil terlibat dalam mempersiapkan makanan seta pada perawtn penderita,terutama,untuk memperkeil penularan dari orang keorang dan dari orang kemakanan. Air kemih serta tinja pada penderita yang dirawat hendaknya ditangani secara hati-hati hingga hasil biakan tinja 3 kali beurutan memberikan hasil negatif


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan tuntunanNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak , yang dapat di sajikan untuk mahasiswa keperawatan sebagai pegangan praktek diklinik.

Dalam makalah ini kami kelompok menampilkan salah satu macam penyakit tentang gambaran penyakit yang dapat memudahkan pemahaman tentang gambaran patofisiologi sehingga memberikan kemudahan dalam menentukan gambaran penyakit kususnya “DEMAM TIFOID”.

Semoga makalah inin dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam mengaplikasikan penerapan Asuhan Keperawatan Anak berdasarkan gangguan kesehatan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Soegijanto, soegeng.” ILMU PENYAKIT ANAK”, Diagnosa dan Penatalaksanaan.2002, penerbit Salemba Medika.

Behrman, Richard E.”ILMU KESEHATAN ANAK”. 1993. Penerbit Buku Kedokteran EGC, bagian 2.

Suriadi, SKp & Rita Yuliani SKp”ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK”.2001, edisi 1, Penerbit CV. Sagung Seto.

Selasa, 12 Januari 2010

Ceftriaxone

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena hanya dengan bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan fase-fase dari obat “ TONAR “. Obat Tonar juga dapat menyembuhkan penyakit ginjal kronik.

Dalam menulis makalah ini, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang – orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini :

1. Orang tua yang selaku memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis

2. Teman – teman yang menmberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam membuat dan menyelesaikan makalah ini

3. Pihak lain dalam hal ini ruang perpustakaan yang sangat membantu penulis dalam membuat makalah ini

Akhirnya penulis menyampaikan permohonan maaf jika dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Dan penulis harapkan agar para pembaca dapat memakluminya. Terima kasih.

penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan..................................................................................................... 1

Bab II Farmakologi obat ceftriaxone.........................................................................

2.1. Farmakokinetik........................................................................................

2.2. Farmakodinamik......................................................................................

2.3. Indikasi dan Cara Penggunaan................................................................ 3

2.4. Kontra Indikasi....................................................................................... 3

2.5. Efek Samping.......................................................................................... 3

2.6. Dosis dan Cara Pemberian...................................................................... 4

Bab III....................................................................................................................... : Penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) 5

3.1. Pengertian................................................................................................ 5

3.2. Etiologi.................................................................................................... 5

3.3. Patofisiologi............................................................................................ 5

3.4. Manifestasi Klinis.................................................................................... 6

3.5. Diagnosis................................................................................................. 6

3.6. Patoflow.................................................................................................. 7

Bab IV....................................................................................................................... : Kesimpulan 8

Buku Sumber............................................................................................................. 9

BAB I

PENDAHULUAN

Ceftriaxone merupakan cephalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara IV atau IM. Kadar plasma rata-rata cetriaxone setelah pemberian secara tunggal infus intravena 0,5;1 atau 2 gr dalam waktu 30 menit dan IM sebesar 0,5 atau 1 g pada orang dewasa sehat. Ceftriaxone juga serupa dengan seftizoksim dan sefotaksim, mempunyai waktu paruh yang sangat panjang sehingga diberikan sekali / dua kali sehari.

BAB II

FARMAKOLOGI OBAT

“ CEFTRIAXONE “

FARMAKOKINETIK

Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar plasma maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi sebesar 15-36 % diatas nilai dosis tunggal.

Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil dalam feses sebagai bentuk inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam setelah pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2 mg/ml dalam dinding kandung empedu dan 62,1 mg/ml dalam plasma.

Setelah pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam, volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L, klirens plasma 0,50-1,45 L/jam dan klirens ginjal 0,32-0,73 L/jam.

Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan besarnya adalah 85-95 %. Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami peradangan pada bayi dan anak-anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah pemberian dosis 50 mg/kg dan 75 mg/kg IV, berkisar antara 1,3-18,5 ug/ml dan 1,3-44 ug/ml

Dibanding pada orang dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit sekali terganggu pada usia lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak diperlukan penyesuaian dosis.

FARMAKODINAMIK

Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktanase, baik terhadap penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif.

INDIKASI DAN CARA PENGGUNAAN

Ceftriaxone diindikasikan untuk pengobatan pada infeksi-infeksi dibawah ini yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif seperti :

- Infeksi saluran napas bawah

- Infeksi kulit dan jaringan lunak

- Goneore tanpa komplikasi

- Penyakit radang rongga panggul

- Septikemia bakterial

- Infeksi tulang dan sendi

- Infeksi intra-abdominal

- Meningitis

Profilaksis operasi yaitu 1g dosis tunggal ceftriaxone dapat mengurangi angka kejadian infeksi pasca operasi pada pasien yang dioperasi dan dianggap terkontaminasi atau secara potensial terkontaminasi, misalnya : histerektoni vaginal atau abdominal dan pada pasien yang dioperasi dimana infeksi pada operasi tersebut menyebabkan risiko yang serius ( misal : selama operasi lintas arteri koroner ).

KONTRAINDIKASI

Ceftriaxone dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi terhadap golongan cephalosporin.

EFEK SAMPING

Secara umum ceftriaxone dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat ditemukan adalah :

Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan phlebitis setelah pemberian intravena.

Hipersensitivitas : Ruam kulit dan kadang-kadang pruritus, demam atau menggigil

Hematologik : Eosinofilia, trombositosis, lekopenia dan kadang-kadang anemia, anemia hemolitik, netropenia, limfopenia, trombositopenia dan pemanjangan waktu protrombia.

Saluran cerna : Diare dan kadang-kadang mual, muntah, disgeusia.

Hati : Peningkatan SGOT atau SGPT dan kadang-kadang peningkatan fosfatase alkali dan bilirubin.

Ginjal : Peningkatan BUN dan kadang-kadang peningkatan kreatinin serta ditemukan silinder dalam urin.

Susunan saraf pusat : Kadang-kadang timbul sakit kepala atau pusing.

Saluran kemih dan genital : Kadang-kadang dilaporkan timbulnya monitiasis atau vaginitis

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

Ceftriaxone dapat diberikan secara intravena atau intramuskular

* Dewasa : Dosis lazim harian untuk orang dewasa adalah 1-2g sekali sehari (atau dibagi dalam 2 dosis) tergantung dari jenis dan beratnya infeksi. Dosis total harian tidak boleh melebihi 4g. Untuk pengobatan infeksi gonokokal tanpa komplikasi, dosis yang dianjurkan adalah 250 mg intramuskular sebagai dosis tunggal, untuk profilaksis opersai, dosis yang dianjurkan adalah 1g sebagai dosis tunggal dan diberikan 0,5-2 jam sebelum operasi.

* Anak-anak : Untuk pengobatan infeksi kulit dan jaringan lunak, dosis total harian yang dianjurkan adalah 50-75 mg/kg sekali sehari (atau dibagi 2 dosis), dosis total harian tidak boleh melebihi 2g. Untuk pengobatan meningitis dosis harian adalah 100 mg/kg dan tidak boleh melebihi 4g, dosis diberikan dengan atau tanpa dosis muat 75mg/kg

Keterangan Umum Dosis : Secara umum terapi dengan ceftriaxone harus dilanjutkan paling tidak 2 hari setelah tanda dan gejala infeksi menghilang. Lama pengobatan terapi umumnya adalah 4-14 hari, dimana pada infeksi yang disertai dengan komplikasi terapi yang diperlukan akan lebih lama.

BAB III

“ INFEKSI SALURAN KEMIH “

* Pengertian

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu penyakit yang biasa terjadi pada saat organisme naik dari uretra ke kandung kemih. Sekali organisme mencapai kandung kemih, organisme ini akan berkembang biak dan meningkat, sehingga menyebabkan infeksi pada ureter dan ginjal. (Brunner and Sudarth).

* Etiologi

ISK mempunyai kerentanan terhadap infeksi organisme yang biasanya tidak patogenik masih sukar dimengerti. Organisme yang biasanya menyerang adalah bakteri terutama escherichia coli pada wanita. Sumber bakteri umumnya adalah flora feces penderita. Anomali struktur kongenital saluran kemih terutama yang menghambat aliran kemih, hal ini merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Akan tetapi sebagian infeksi saluran kemih tidak ada hubungannya dengan abnormalitas fungsional atau struktural primer. Sebaliknya, beberapa abnormalitas anatomis/fungsional seperti penebalan dinding kandung kemih, refluks vesikoureter atau pola berkemih abnormal, merupakan gejala sisa infeksi.

* Patofisiologi

Infeksi rekuren pada kandung kemih dapat berakibat perubahan peradangan yang merusak hubungan anatomis ureter pada saat menembus dinding kandung kemih, sehingga terjadi inkompetensi katup vesikoureter. Keadaan ini memungkinkan refluks kemih ke dalam ureter terutama sewaktu berkemih, dengan akibat dilatasi ureter dan masuknya organisme kedalam saluran bagian atas. Sebagian besar merupakan infeksi asenden pada wanita. Jalur yang biasa terjadi adalah mula-mula kuman dari anal berkoloni di vulava, kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan/mekanik akibat hubungan seksual. Pada pria setelah prostat terkoloni maka akan terjadi infeksi asenden. Mungkin juga terjadi akibat pemasangan alat seperti kateter, terutama pada usia lanjut.

Wanita lebih sering menderita ISK, karena uretra yang pendek, masuknya kuman dalam hubungan seksual, dan mengakibatkan perubahan PH dan flora vulva dalam siklus menstruasi.

* Manifestasi Klinis

Gejala-gejala ISK dibedakan antara infeksi saluran kemih bagian bawah, dimana kandung kemih/uretra terinfeksi, dan infeksi saluran kemih atas yang meliputi infeksi pada ureter dan ginjal. Gejala ISK bawah biasanya, disuria, sering berkemih, nokturia atau nyeri pada pelvik atau suprapubis. Pasien dengan ISK atas, sering menunjukan gejala sistemik meliputi, demam, mual, muntah, sakit kepala dan lemah sesuai dengan keluhan spesifik dari nyeri di daerah panggul punggung bawah, dan abdomen

* Diagnosis

Diagnosis ISK umumnya tergantung pada identifikasi mikroorganisme, misalnya: sel darah putih dalam spesimen urine yang diambil langsung atau urine yang terdapat di kateter, urin yang langsung diambil tersebut sangat sulit diambil tanpa adanya kontaminasi, jumlah dari organisme digunakan untuk menggambarkan kemungkinan infeksi yang biasanya yaitu ada 100.000 unit koloni per milimeter (CFU/ml). secara umum ada sel darah putih (biasanya 710 wbc/mm3) dalam spesimen urine merupakan diagnostik kuat, dimana sel ini merupakan diagnostik kuat, dimana sel ini menandakan respons peradangan penjamu terhadap organisme. Adanya organisme tanpa adanya sel darah putih dipertimbangkan sebagai bakteriuria daripada dianggap sebagai infeksi.

BAB III

PATOFLOW

Hubungan seksual

Bakteri e. coli di anal

Berkoloni di vulva

Masuknya organisme kesaluran kemih

melalui uretra

Iritasi pada ureter

Inkopotensi katup vesikoureter

Menghambat aliran kemih

Infeksi pada ureter dan ginjal

Sering BAK

Inflamasi

Pelepasan zat pirogen oleh leukosit

Merangsang pusat termoregulator di hypotalamus

Sensasi panas

Pelepasan zat-zat vasoaktif

(serotinin, histamin, prostaglandin)

Merangsang reseptor nyeri

NDX : Nyeri

NDX : Hypertermi

NDX :

Intoleransi Aktivitas

BAB IV

KESIMPULAN

ü Ceftriaxone merupakan cepnalosporin spektrum luas semisintetik yang diberikan secara intravena atau intramuskular.

ü Ceftriaxone diindikasikan untuk pengobatan pada infeksi-infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif seperti :

1. Infeksi saluran napas bawah

2. Infeksi saluran kemih

3. Infeksi kulit dan jaringan lunak

4. Infeksi tulang dan sendi

5. Infeksi intra-abdominal

ü Berikatan dengan protein yang bersifat reversibel dan besarnya 85-95 %

ü Memiliki waktu paruh yang sangat panjang dan diekskresikan dalam urine dalam bentuk yang tidak diubah dan sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil feses.

BUKU SUMBER

- Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1996

Farmakologi, Pendekatan Proses Keperawatan

Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes

- Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner dan Suddarth

Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran 2001

- DOI

- Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1986

IPI (Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia)

Dr. Henny Lukmanto